Kamis, 03 Juli 2008

Istoria da Paz @ Wikimu

Hidup itu aneh bukan? Setahun beberapa bulan yang lalu, aku berada di bandar udara dengan hati yang hancur. Sekarang? Hatiku telah tertata dengan sangat baik, bahkan jauh lebih baik daripada yang pernah aku rasakan seumur hidup.


Kalimat di atas adalah kutipan salah satu paragraf pada novel solo ke dua Okke ‘Sepatumerah’. Istoria da Paz berkisah tentang seorang perempuan bernama Damai Priscilla yang bekerja sebagai editor, sebuah perusahaan penerbit. Hidup Mai, begitu ia dipanggil, yang awalnya aman-aman saja, seketika berubah ketika ia menjadi editor novel perdana Arimbi Pramudhita, feature editor sebuah majalah. Intensitas pertemuannya dengan Arimbi membuat Jambrong - pacar Arimbi, tertarik pada ide-ide Arimbi yang berbuah pertengkaran dan perselingkuhan, hingga akhirnya membawa Damai bertualang ke Sekolah Damai, sekolah alternatif bagi anak-anak pengungsi Timor Leste yang berada di camp pengungsian di Kupang. Petualangan demi petualangan dijalaninya dan mengubah sudut pandang Mai tentang kehidupan.

Novel ini ditulis dengan latar belakang konflik Timor Leste. Secara implisit, Okke mencoba menggambarkan bagaimana konflik pasca jajak pendapat telah memaksa anak-anak merasakan trauma dan kehilangan.

“… kalau anak laki-laki menggambar, mereka akan menggambar bentrokan antar manusia, senjata, bendera, aparat keamanan.”

“Kalau yang perempuan?”

“Mereka menggambar perempuan menangis, rumah mereka, para pengungsi…”

Dibalik ketakutan dan kekhawatiran anak-anak pengungsi, sekolah Damai dirasakan sebagai penyejuk. Anak-anak tetap antusias mengikuti pelajaran dengan segala keterbatasan.

Jangan pernah bertanya mana gedung sekolah kami, karena itu tidak penting. Atap kami adalah langit, yang terkadang cerah, terkadang mendung, bahkan hujan. Lantai kami tanah kering atau rerumputan. Dinding kami adalah angin sepoi atau angin kencang.

Semua tempat yang memiliki itu adalah “gedung” sekolah kami, cukup luas kan untuk menampung kami semua?


Pun juga Okke menambahkan sepuluh catatan kaki. Diantaranya gamaphobia – fobia terhadap pernikahan, legenda “Pemain Seruling Dari Hamelin” dan beberapa bahasa daerah Timor seperti otto yang berarti mobil atau sonde yang berarti tidak.

Secara keseluruhan novel Okke kali ini, masih bertemakan tentang kehidupan seperti novel pertamanya, Indonesian Idle. Warna kuning dan siluet tiga orang anak bermain pesawat membalut novel berhalaman 206 yang diterbitkan oleh Gagas Media.

Satu pesan moral yang dapat dipetik adalah bahwa dibalik setiap kejadian yang Tuhan selipkan untuk hidup kita, entah itu berupa kesulitan atau kemudahan, terkandung sebentuk hikmah. Semua tergantung bagaimana kita memandang dan menjalaninya.

…Hidup itu aneh. Persilangan jalan kehidupanku dengan kamu telah mengubah kehidupanku ke arah yang lebih baik. Semoga kamu juga…

diambil dari : http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=7822